Ketika Hati Ingin Menikah

Untuk kamu yg belum menikah, please jangan tergesa2 menjawab pertanyaan ini.

Percayalah, we used to think it can’t be that hard.

Biasalah, angan2 indah bertebaran di kepala muslimah yg belum menikah, dan saya yakin saya ga sendiri.

Dan… angan2 itu biasanya yg indah2..

Duh, enaknya jika sudah menikah..

Why so?

  

  * Ada yg merhatiin

    * Ada yg antar jemput

    * Ada yg kasi uang jajan dan dapat jatah jajan bulanan

    * Ada yg selalu siap dengerin curhat·       

    * Ada si dia tempat mengekspresikan perasaan sayang dan cinta kita

    * Ada yg menganggap kita spesial

    * Ada yg manjain kita

    * Ada partner untuk mendidik dan membesarkan anak.. dan membuat keluarga islami

    * Ada yg bantu mengarahkan potensi kita

    * Ada teman setia untuk jalan2

    * Ada teman nyuci, nyetrika, masak, ngepel.. (lho? ;p)

    * Dll…

The things is… Mungkin di awal2 pernikahan, beberapa angan kita tentang pernikahan, terbukti.

Jalan2 bareng, terutama semasa honeymoon. Si dia selalu berada di sisi kita. Ketika cinta masih berwarna merah jambu.

Tetapi kehidupan akan bertambah keras, dan umumnya pasangan harus berjuang, dan istri tidak bisa lagi bergaya sebagai si imut yang manja, yang menuntut untuk selalu menjadi prioritas utama suami, atau lebih kerennya menjadi Cinderella yg menjadi pusat perhatian Sang Pangeran.

Apalagi jika si buah hati sudah tiba di tengah2 kita.

Keberadaan suami sebagai partner untuk membangun keluarga rabbani, juga ternyata bukan merupakan kepastian. Cukup banyak kaum ibu yg memiliki suami yg cuek dan tidak peduli, boro2 memilih konsep untuk mengarahkan anak2..

Sesuatu yg saya maksud, tidak semata2 hal yg menyangkut perilaku suami, seperti melakukan selingkuh,atau menikah lagi dan menjadi kurang perhatian, atau jika terjadi perceraian.

Tetapi juga untuk kemungkinan2 lain. Misal, suami mendadak kehilangan pekerjaan, atau dimutasi hingga pemasukan keluarga berkurang 50% misalnya. Atau jika suami sakit… bahkan meninggal dunia…

Dan… ah… betapa rapuhnya kehidupan. Kematian bisa terjadi kapan saja, menghampiri siapa saja, dalam keadaan apa saja. Atau di tempat tidur, berselang berapa menit setelah mengucapkan selamat malam.

Mampukah kita mengambil alih tanggung jawab yg selama ini berada di pundak suami, dan tetap mampu menyejahterakan anak2, menjamin pendidikan, sandang, pangan dan papan mereka, ketika hal2 yg tidak diinginkan terjadi?

Jika jawabannya tidak, maka terbayang…. Bertambah lagi anak2 yatim yg terlantar.

Tapi… jangan stress dulu…

Tidak berarti seorang perempuan harus mapan dan kaya raya dulu sebagai syarat kesiapan menikah, rezeki Allah maha luas. Yang terpenting adalah ada upaya serius bagi setiap istri dan calon istri untuk membangun potensi dan mengasah diri.
Menikah bukan hanya persoalan mau, sudah ada calon, atau belum.. tetapi sebuah kehidupan dengan tanggung jawab besar menanti kita. Dan itu membutuhkan kesiapan jasad, ruh, dan akal.

Dan saya tidak bermaksud melebih2kan masalah tanggung jawab ini. Tapi coba melihat dari sisi lain: yakinkah kita akan masuk syurga? Pantas berada di syurga jika kita wafat nanti?

Lalu bagaimana kita bisa membesarkan calon2 penghuni syurga, sementara nasib kita sendiri masih di ujung tanduk dalam meraih keridhaanNya?

(Ya Allah.. Sungguh kami benar2 membutuhkan bimbingan dan kekuatan dariMu)

-Asma Nadia, Muhasabah Cinta Seorang Istri, hal. 46 – 51 (dengan sedikit editan) –



Dedicate for: orang2 yang telah menikah yang ada di sekelilingku, teman2ku yang akan menikah di akhir tahun maupun di awal tahun, teman2 yang sedang merencanakan pernikahannya, atau teman2 yang sampai hari ini takut untuk menikah…  Tak ada maksud menggurui atas terpublishnya note ini. Hanya saja sekedar berbagi ilmu yg saya peroleh. Dan yg terpenting adalah, setelah membaca note ini, jangan sekali2 Anda beranggapan bahwa saya kebelet nikah atau cemburu melihat satu per satu teman saya yg telah mendahului saya.
Tidak sama sekali. Karena saya berprinsip bahwa, ketika 3 hal yg sudah Allah siapkan untuk kita, mengapa kita memaksakan diri untuk bersibuk2 ria mencarinya?  Toh, akan ada waktu yg tepat Dia mempersembahkannya buat kita. Tapi, ketika Allah menciptakan Syurga dan Neraka, dan Dia memberikan kesempatan buat kita untuk memilih kedua tempat itu, mengapa kita tak menyibukkan diri untuk meraihnya.
Dan, ajaklah otak Anda untuk membayangkan atau tepatnya berimajinasi ttg suatu keadaan yg tak semua orang memikirkannya. sebagai contoh, jika seorang akhwat (kita) nantinya punya suami seorang supir bis yg notabenenya (biasanya sih) identik dengan maen perempuan. Atau masih banyak lagi contoh kondisi yang kadang kita sendiri pun tak pernah membayangkannya sebelumnya. Wallahu a’lam bishshowwab…

CONVERSATION

Back
to top